BAB II
ISI
2.1 DEFINISI
RESUSITASI DAN ASFIKSIA
Resusitasi
adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernapasan, peredaran
darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal
seperti semula. (Nanny,2014)
Asfiksia
adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia
ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernafasan bayi dengan
menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Bayi dengan riwayat gawat
janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali
pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
2.2 PENYEBAB
ASFIKSIA
Janin
sangat bergantung pada fungsi plasenta sebagai tempat pertukaran oksigen,
nutrisi dan pembuangan produk sisa. Gangguan pada aliran darah umbilikal maupun
plasental dapat menyebabkan terjadinya asfiksia. Asfiksia dapat terjadi selama
kehamilan, pada proses persalinan atau periode segera telah lahir.
Selama
kehamilan, beberapa kondisi tertentu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi kurang. Hipoksia bayi
di dalam uterus ditunjukkan dengan gawat janin yang berlanjut menjadi asfiksia
pada sesaat bayi baru lahir. Beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, di antaranya adalah faktor ibu, tali
pusat bayi dan kondisi bayi.
2.2.1
Faktor
Ibu
a. Preeklampsia
dan eklampsia.
b. Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta).
c. Partus
lama atau partus macet.
d. Demam
selama persalinan.
e. Infeksi
berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan
postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu).
g. Penyakit
ibu.
2.2.2 Faktor Tali Pusat
Faktor
yang dapat menyebabkan penurunan sirkulasi uteroplasenter yang dapat
mengakibatkan menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan
asfiksia pada bayi baru lahir.
a. Lilitan
tali pusat.
b. Tali
pusat pendek.
c. Simpul
tali pusat.
d. Prolapsus
tali pusat.
2.2.3
Faktor
Plasenta
1. Infark
plasenta yaitu terjadinya pemadatan plasenta, nuduler dan keras sehingga tidak
berfungsi dalam pertukaran nutrisi.
2. Solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trisemester III, walaupun dapat pula
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.
3. Plasenta
previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir. Pada keadaan normal
plasenta terletak dibagian atas uterus.
2.2.4
Faktor
Janin
1. Kelainan
genetika
2. Kelainan
kromosom
3. Kelainan
pertumbuhan
4. Malnutrisi
janin
Bila
malnutrisi janin terjadi di awal kehamilan, maka bayi bisa lahir mati, dapat
juga terjadi pertumbuhan lambat, sehingga terjadi apa yang disebut SGA (Small
for Gestational Age) atau bayi lebih kecil dari yang seharusnya sesuai umur.
2.2.5
Faktor
Bayi
Asfiksia
dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda dan gejala gawat janin. Hal ini
dapat disebabkan oleh faktor berikut ini:
a. Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep).
c. Kelainan
kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
d. Aspirasi
mekoneum pada air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor resiko terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir. Apabila ditemukan adanya faktor resiko, maka penolong persalinan harus
mempersiapkan tindakan antisipasi untuk mengatasi kemungkinan perlunya tindakan
resusitasi, akan tetapi kejadian asfiksia tidak selalu didahului dengan faktor
resiko. Oleh karena itu, penolong harus selalu melakukan persiapan tindakan
resusitasi pada setiap pertolongan persalinan. (Indriyanidan Djami,2013)
Adapun keadaan ibu yang harus diwaspadai
untuk terjadinya asfiksia, karena ada kemungkinan mengancam keselamatan ibu dan
bayi (high risk pregnancy). Bila kita bertemu dengan kasus ini, maka harus
dipikirkan bahaya yang akan di jumpai. Berikut adalah yang termasuk ke dalam
tanda-tanda bahaya:
1. Tinggi
badan ibu < 148 cm.
2. Tekanan
darah sistol > 130 mmHg.
3. Albuminuria.
4. Edema
kaki yang tidak hilang dengan istirahat.
5. Keluar
darah pervaginaan.
6. Anemia
( <7gr%).
7. Sikap
dan presentasi bayi abnormal.
8. Umur
ibu hamil terlalu muda ( < 16 tahun) dan terlalu tua ( > 35 tahun).
9. Ibu
dengan riwayat persalinan buruk.
Ibu bersalin dengan
kesakitan yang luar biasa (skor nyeri > 7) (skor nyeri terlampir). (Nanny,2014)
2.3 PATOFISIOLOGI
ASFIKSIA
Oksigen
merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan janin baik sebelum maupun
sesudah persalinan.
Cara
bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir:
2.3.1
Sebelum
lahir
Seluruh
oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui mekanisme difusi melalui
plasenta yang berasal dari ibu ke darah janin. Saat dalam uterus, hanya
sebagian kecil darah janin dialirkan ke paru-paru janin. Paru janin tidak
berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida.
Oleh karena itu, aliran darah paru tidak penting untuk mempertahankan
oksigenisasi janin yang normal dan keseimbangan asam basa. Paru janin
berkembang di dalam uterus, akan tetapi alveoli di paru janin masih terisi oleh
cairan, bukan udara. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi
pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan
lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
2.3.2 Setelah
lahir
Bayi
tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada paru
sebagai sumber utama oksigen, karena itu dalam beberapa saat cairan paru harus
diserap dari alveoli, setelah itu paru harus terisi udara yang mengandung
oksigen dan pembuluh darah di paru harus berelaksasi untuk meningkatkan aliran
ke alveoli. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah di sekitar alveoli. Oksigen di serap untuk diedarkan ke
seluruh tubuh.
Arteri
dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan darah sistemik. Akibat dari tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami
relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang. Keadaan relaksasi
tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada
arteri pulmonaris lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran
darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen
yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah
yang banyak mengandungb oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara
menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh.
Pada
akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
menolong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat
dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi
kemerahan.
Reaksi
bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha
untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya. Masuknya oksigen ke dalam
paru-paru bayi akan mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal
dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol
pulmonal akan tetap berkontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh
darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.
Pada saat pasokan oksigen berkurang,
akan terjadi kontriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan
kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau
meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran
darah akan membantu kelangsungan fungsi organ-organ vital. Akan tetapi, apabila
kekurangan oksigen berlangsung terus maka dapat terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah,
yang berdampak pada penurunan aliran darah ke seluruh organ tubuh. Dampak yang
dapat ditimbulkan dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenisasi jaringan
adalah kerusakan jaringan otak yang irreversible,kerusakan
organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan
memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk
karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan orang lain; depresi pernapasan karena
otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena
kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena
kekurangn oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran
darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis
karena kekurangan oksigen di dalam darah.
2.4 GAWAT
JANIN
Ada banyak penyebab terjadinya gangguan
sirkulasi uteroplasenter yang dapat berdampak pada terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir. Berkurangnya pasokan oksigen (hipoksia) selama bayi masih di
dalam uterus ibu akan ditampilkan melalui gejala dan tanda gawat janin.
2.4.1 Gawat janin dapat diketahui dengan:
1. Frekuensi
DJJ di bawah 100 kali per menit atau di atas 180 kali per menit.
2. Berkurangnya
gerakan janin (kurang dari 10 kali per hari).
3. Air
ketuban bercampur dengan mekonium.
2.4.2 Upaya pencegahan terjadinya gawat
janin:
1. Gunakan
partograf untuk memantau kondisi dan kemajuan persalinan.
2. Anjurkan
ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan (posisi berbaring terlentang
dapat mengurangi aliran darah atau oksigen ke bayi).
2.4.3 Cara mengidentifikasi gawat janin:
1. Periksa
frekuensi bunyi jantung janin selama 30 menit selama kala I dan setiap 5-10
menit selama kala II.
2. Periksa
ada atau tidaknya air ketuban bercampur dengan mekonium.
2.4.4 Penanganan gawat janin:
1. Bila
terdapat tanda gawat janin:
a. Tingkatkan
pasokan oksigen ke janin dengan cara berikut:
·
Mintalah si ibu
mengubah posisi tidurnya
Anjurkan
ibu berbaring miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan aliran oksigen ke
janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui
plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring tidak membantu, coba posisi yang
lain (misalnya:”sujud”). Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau
mengobati gawat janin.
·
Berikan cairan secara
oral atau IV untuk ibu
·
Berikan oksigen (bila
tersedia)
b. Periksa
kembali denyut jantung janin.
Bila frekuensi bunyi jantung masih tidak
normal setelah 3 kali pemantauan:
a. Rujuk.
b. Bila
merujuk tidak mungkin, lakukan persiapan tindakan resusitasi.
2.5 TANDA
DAN GEJALA ASFIKSIA
Tanda-tanda
dan gejala bayi mengalami asfiksia pada bayi baru lahir meliputi:
1. Tidak
bernapas atau bernapas megap-megap.
2. Warna
kulit kebiruan.
3. Kejang.
4. Penurunan
kesadaran.
Semua bayi dengan
tanda-tanda asfiksia memerlukan perawatan dan perhatian segera.
2.6 PERSIAPAN
RESUSITASI BAYI BARU LAHIR (BBL)
Di
dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan
kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya penolongan. Walaupun hanya
beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak
yang berat atau meninggal.
2.6.1 Persiapan
Keluarga
Sebelum
menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi terhadap ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan oleh
penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang
diperlukan.
2.6.2
Persiapan
Tempat Resusitasi
Persiapan
yang diperlukan meliputi tempat bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan
yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih, dan
kering, meja, dipan, atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata
diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya
didekat sumber pemanas (misalnya: lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin
(jendela atau pintu terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam daya
60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang
kelahiran bayi.
2.6.3 Persiapan
Alat Resusitasi
Sebelum
menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
a. Dua
helai kain/handuk.
b. Bahan
ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c. Tabung
dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
d. Kotak
alat resusitasi.
e. Jam
atau pencatat waktu.
2.6.3
Menguji
balon
a. Menguji
balon mengembang sendiri:
·
Tutup sungkup dengan
telapak tangan dan remas balon.
Ø Apakah
terasa tekanan pada tangan anda?
Ø Dapatkah
anda membuat katup tekanan terbuka?
Ø Apakah
alat pengukur tekanan/manometer (bila ada) menunjukan tekanan 30-40 cmH2O,
bila katup pelepas tekanan terbuka?
·
Bila dari 3 pertanyaan
diatas jawabannya”tidak”
Ø Apakah
balon robek atau bocor?
Ø Apakh
pengukur tekanan tidak terpasang sehingga lubang sambungan terbuka?
Ø Apakah
katup pelepas tekanan terlepas/tidak berfungsi atautersumbat?
Ø Apakah
aliran ke bayi tersumbat?
· Bila
balon anda menghasilkan tekanan adekuat dan sistem pengaman berfungsi baik
ketika sungkup/aliran ke luar ditutup, periksalah:
Ø
Apakah balon mengembang
kembali dengan cepat ketika anda melepaskan remasan anda?
·
Bila terdapat masalah
pada balon, ganti balon atau siapkan balon lain dan coba lagi.
b.
Menguji balon tidak
mengembang sendiri:
· Hubungkan
dengan sumber oksigen
· Atur
pengukur aliran pada 5-10L/menit
· Tutup
pintu aliran ke pasien/sungkup dengan telapak tangan anda
Atur katup pengontrol
aliran sedemikian rupa sehingga balon tidak perlu mengembang.
· Periksa
apakah balon terisi dengan baik? Bila tidak:
Ø Apakah
ada celah atau robekan pada balon?
Ø Apakah
katup pengontrol aliran terbuka terlalu lebar?
Ø Apakah
pengukur tekanan terpasang?
Ø Apakah
jalur oksigen tersambung dengan aman?
Ø Apakah
pintu keluar ke pasien tertutup rapat?
· Bila
balon terisi, remas balon:
Ø Apakah
terasa tekanan pada tangan anda?
Ø Apakah
pengukur tekanan menunjukkan 30-40 cmH2O
·
Bila terdapat masalah pada balon, ganti balon atau
siapkan balon lain dan coba lagi.
2.6.4
Menguji
sungkup
Periksa sungkup, apakah
terdapat kerusakan atau robek?
2.7 PENILAIAN
SEGERA
Segera
setelah lahir, letakkan bayi di bawah ibu atau dekat perineum (harus bersih dan
kering). Cegah kehilangan panas dengan menutupi tubuh bayi dengan kain/handuk
yang telah disiapkan sambil melakukan penilaian dengan menjawab 2 pertanyaan:
1. Apakah
bayi menangis kuat, tidak bernapas atau megap-megap?
2. Apakah
bayi lema.
Setelah melakukan penilaian dan
memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi, segera lakukan tindakan yang
diperlukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit
dan potong tali pusat dan pindahkan bayi ke tempat resusitasi yang telah
disediakan. Lanjutkan dengan langkah awal resusitasi.
2.7.1 Penilaian pada bayi baru lahir:
2.7.1.1 Sebelum
bayi lahir, sesudah ketuban pecah:
Apakah
air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
2.7.1.2
setelah bayi lahir:
a. Bayi menangis, bernapas
spontan atau teratur, bernapas megap-megap atau tidak bernapas.
b.
Apakah bayi lemas atau
lunglai.
2.7.1.3 Putuskan
apakah bayi memerlukan tindakan resusitasi apabila:
2.7.1.4 Air
ketuban bercampur mekonium.
2.7.1.5 Bayi
tidak bernapas atau bernapas megap-megap.
2.7.1.6 Bayi
lemas atau lunglai.
Segera lakukan tindakan resusitasi
apabila bayi tidak bernapas atau megap-megap atau lemas.
NILAI
APGAR
SKOR
|
0
|
1
|
2
|
Appearance color (warna kulit)
|
Seluruhnya biru pucat
|
Warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi tangan
dan kaki kebiruan (akrosianosis)
|
Warna kulit tubuh, tangan, dan kaki normal merah
muda, tidak ada sianosis
|
Pulse/heart rate (frekuensi jantung)
|
Tidak ada
|
<100x/menit
|
>100x/menit
|
Grimace (Reaksi terhadap rangsangan)
|
Tidak ada respon terhadap stimulasi
|
Meringis/menangis lemah ketika distimulasi
|
Menangis, batuk/bersin saat stimulasi saluran
nafas
|
Activity (tonus otot)
|
Lemah atau tidak ada
|
Sedikit gerakan
|
Gerakan aktif
|
Respiration (usaha nafas)
|
Tidak ada
|
Lemah dan tidak teratur
|
Menangis kuat, pernafasan baik dan teratur
|
Interpretasi
skor
Jumlah skor
|
Interpretasi
|
Penanganan
|
7-10
|
Bayi normal
|
|
4-6
|
Agak rendah
|
Memerlukan tindakan medis segera seperti
penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau berikan oksigen untuk
membantu bernafas
|
0-3
|
Sangat rendah
|
Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif
|
(Permaini, Titi.2011), (Varney,Helen. 2001), (Gray, Joanne. 2010)
2.8
LANGKAH-LANGKAH
RESUSITASI BBL
Resusitasi
BBL brtujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa dikemudian hari. Kondisi ini
merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena disamping menangani
ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia.
Resusitasi BBL pada APN ini dibatasi pada langkah-langkah penilaian, langkah
awal dan ventilasi untuk inisiasi pemulihan pernapasan.
2.8.1.1
Langkah
Awal
Sambil
melakukan langkah awal:
a. ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan
bantuan untuk memulai bernapas.
b. Minta
keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga dan melaporkan kepada
penolong apabila terjadi pendarahan).
Langkah
awal ini perlu dilakukan secara tepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6
langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk bernapas
spontan dan teratur.
Langkah awal (dilakukan dalam 30 detik):
Jaga
bayi tetap hangat:
a. Letakkan
bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum.
b. Selimuti
bayi dengan kain tersebut.
c. Pindahkan
bayi ke atas kain ke tempat resusitasi.
Atur
posisi bayi:
a. Baringkan
bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
b. Ganjal
bahu agar kepala sedikit ekstensi.
Isap
lendir
Gunakan alat penghisap lendir DeLee atau
bola karet:
a. Pertama,
isap lendir di dalam mulut kemudian baru hisap lendir di hidung.
b. Hisap
lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan pada saat memasukkan).
c. Bila
menggunakan penghisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung penghisap terlalu
dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung)
karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti nafas bayi.
Keringkan
dan rangsang taktil:
a. Keringkan
bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
Rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau bernafas lebih baik.
b. Lakukan
rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
Menepuk atau menyentil
telapak kaki.
Menggosok punggung,
perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
Berbagai bentuk rangsangan taktil yang
dulu pernah di lakukan, sebagian besar tidak dilakukan lagi karena terbukti
membahayakan kondisi bayi baru lahir.
Tabel.13.1.
Bentuk rangsangan taktil yang membahayakan
RANGSANGAN
|
BAHAYA/RESIKO
|
Menepuk bokong
|
Trauma dan luka
|
Meremas rongga dada
|
Fraktur
Pneumotoraks
Gawat nafas
Kematian
|
Menekan kedua paha bayi ke
perutnya
|
Ruptur hati atau limfa
Perdarahan di dalam
|
Mendilatasi sfingter ani
|
Sfingter ani robek
|
Menempelkan kompres hangat atau
dingin
|
Hipotermia
Hipertermia
Luka bakar
|
Mengguncang bayi
|
Kerusakan otak
|
Meniupkan oksigen atau udara
dingin ke tubuh bayi
|
Hipotermia
|
2.8.2 Ventilasi
Ventilasi
adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam
paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa bernafas spontan dan teratur.
2.9 ASUHAN
PASCARESUSITASI
Asuhan
pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan
resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan;
2.9.1.1 Resusitasi berhasil
Bayi
menangis dan bernafas normal sesudah langkah awal atau langkah ventilasi. Perlu
pemantauan dan dukungan.
Resusitasi dinyatakan
berhasil apabila pernafasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang
kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan
dengan asuhan berikutnya.
a. Konseling
·
Jelaskan pada ibu dan
kelurganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan.
·
Ajarkan ibu cara
menilai pernafasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan,
segera hubungi penolong.
·
Anjurkan ibu segera
memberi ASI kepada bayi (asuhan dengan metode kangguru).
·
Jelaskan pada ibu dan
kelurganya untuk mengenali tnda-tanda bahaya baru lahir dan bagaimana
memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi.
b. Lakukan
asuhan bayi baru lahir normal, meliputi:
·
Anjurkan ibu menyusui
sambil memperhatikan dan membelai bayinya.
·
Berikan vitamin K,
antibiotik salep mata, imunisasi
hepatitis B.
c. Lakukan
pemantauan seksama terhadap abayi pascaresusitasi selama 2 jam pertama.
·
Perhatikan tanda-tanda
kesulitan bernafas pada bayi.
Ø Tarikan
intercostal, nafas megap-megap, frekuensi nafas< 30 kali per menit atau >
60 kali per menit.
Ø Bayi
kebiruan atau pucat.
Ø Bayi
lemas.
·
Pantau juga bayi yang
tampak pucat walaupun tampak bernafas normal.
d. Jagalah
agar bayi tetap hangat dan kering.
2.9.2
Resusitasi
tidak/kurang berhasil/bayi memerlukan rujukan
Bayi
perlu rujukan, yaitu sesudah ventilasi 2 menit belum bernafas atau bayi sudah
bernafas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata kondisinya memburuk,
segera rujuk ke fasilitas rujukan.
Tanda-tanda
bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi, antra lain:
a. Frekuensi
pernafasan < 30 kali per menit atau lebih dari > 60 kali per menit.
b. Adanya
retraksi (tarikan) intercostal.
c. Bayi
merintih (bising nafas ekspirasi) atau megap-megap (bising nafas inspirasi).
d. Tubuh
bayi pucat atau kebiruan.
Apabila resusitasi tidak/kurang
berhasil/bayi memerlukan rujukan, lakukan:
a. Konseling
· Jelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya
dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau
keluarganya.
· Minat
keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah
seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani selama perjalanan rujukan.
· Beritahukan
(bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan
waktu tiba.
· Bawa
peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama perjalanan ke
tempat rujukan.
b. Asuhan
bayi baru lahir yang dirujuk
·
Periksa keadaan bayi
selama perjalanan (pernafasan, warna kulit, suhu tubuh) an catatan medik.
·
Jaga bayi tetap hangat
selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi “Mwtode Kangguru”
dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut.
·
Lindungi bayi dari
sinar matahari.
·
Jelaskan kepada ibu
bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan
gangguan nafas dan kontraindikasi lainnya.
c. Asuhan
lanjutan
Merencanakan
asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukan akan sangat membantu
pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila
kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan
kesehatan bayi tetap terjaga.
2.9.3
Resusitasi
gagal
Resusitasi
dinyatakan gagal apabila setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernafas,
hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada
susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan
dukungan moral yang adekuat secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan
keluarga untuk memahami masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan
moral sesuai adat dan budaya setempat.
a. Dukungan
moral
Bicaralah
dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan resusitasi dan rencana rujukan yang
telah didiskusikan sebelum ternyata belum memberikan hasil seperti yang di
harapkan. Minta mereka untuk tidak larut dalam kesedihan. Seluruh kemampuan dan
upaya dari penolong (dan fasilitas rujukan) telah diberikan dan hasil yang
buruk juga sangat disesalkan bersama, minta agar ibu dan keluarga untuk tabah
dan memikirkan pemulihan kondisi ibu. Berikan jawaban yang memuaskan terhadap
setiap pertanyaan yang diajukan ibu dan keluarganya. Minta keluarga ikut
membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu dengan memperhatikan nilai budaya
dan kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan
apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap bayi yang telah meninggal.
Ibu
mungkin merasa sedih atau bahkan menangis. Perubahan hormone saat
pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi sangat sensitive,
terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan perasaannya,
minta ia berbicara dengan orang yang paling dekat dengannya atau penolong
persalinan. Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat dan
makanan bergizi. Jelaskan pula dengan keluarga bahwa ibu memerlukan dukungan
emosional, sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu dekat.
b. Asuhan
lanjutan bagi ibu
Payudara
ibu akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin juga timbul rasa demam
selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi pembengkakan payudara dengan cara
sebagai berikut:
·
Gunakan bra yang ketat
atau balutan payudara dengan sedikit tekanan dengan menggunakan selendang/kain
sehingga pengeluaran ASI berkurang.
·
Jangan memerah ASI atau
merangsang payudara.
c. Asuhan
tidak lanjut; kunjgan ibu nifas
Anjurkan
ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2 minggu). Ovulasi
bisa cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan bayinya. Banyak ibu yang
tidak menyusui akan segera mengalami ovulasi setelah 3 minggu pascapersalinan.
Bila memungkinkan, lakukan asuhan pascapersalinan di rumah.
Asuhan tindak lanjut
pascaresusitasi
Sesudah resusitasi, bayi masih perlu
asuhan lanjutan yang diberikan melalui kunjungan rumah. Tujuan asuhan lanjutan
adalah untuk memantau kondisi kesehatan bayi setelah tindakan resusitasi.
Kunjungan rumah (kunjungan neonates 0-7
hari) dilakukan sehari setelah bayi lahir. Gunakan algoritma, Manajemen Terpadu
Bayi Muda(MTBM) untuk melakukan penilaian, membuat klasifikasi, menentukan
tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah dalam
formulir tata laksana bayi muda 1 hari sampai dengan 2 bulan.
a. Bila
pada kunjungan rumah (hari ke-1) ternyata bayi termasuk dalam klasifikasi merah
maka bayi harus segera dirujuk.
b. Bila
termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada hari ke-2.
c. Bila
termasuk klasifikasi hijau, anjurkan agar bayi mendapat perawatan bayi baru
lahir di rumah.
Untuk kunjungan rumah berikutnya
(kunjungan neonatus 8 sampai dengan 28 hari), gunakan juga algoritma MTBM.
Bayi dinyatakan aman, apabila ibu:
a. Tidak
memiliki kekhawatiran mengenai perilaku bayinya.
b. Memegang
dan berbicara dengan bayi dengan penuh kasih sayang.
c. Mengetahui
tanda-tanda bahaya dan upaya apa yang harus dilakukan.
2.10 RESUSITASI
BAYI BARU LAHIR DENGAN AIR KETUBAN BERCAMPUR MEKONEUM
Mekoneum merupakan tinja pertama dari
bayi baru lahir. Mekoneum yang kental pekat dan berwarna hijau tua atau
kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekoneum pertama kali pada 12-24 jam
pertama. Kira-kira pada 15% kasus,
mekoneum dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum
persalinan. Hal ini yang menyebabkan warna kehijauan pada air ketuban. Mekoneum
jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekoneum terlihat sebelum
persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal
ini merupakan tanda bahaya.
2.10.1Penyebab
janin mengeluarkan mekoneum sebelum persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekoneum
dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya
pasokan oksigen (hipoksia). Hipoksia akan meningkatkan peristaltik usus dan
relaksasi sfingter ani sehingga isi rectum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi
dengan resiko tinggi gawat janin (misal; kecil untuk masa kehamilan/KMK atau
hamil lewat waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh mekoneum
(warna kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada kehamilan normal.
2.10.2 Resiko air
ketuban bercampur mekoneum
Hipoksia dapat menimbulkan respirasi
bayi di dalam rahim sehingga mekoneum yang tercampur dalam air ketuban dapat
terdeposit di jaringan paru. Mekoneum dapat juga masuk ke paru-paru jika
tersedak saat lahir. Masuknya mekoneum ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan
pneumonia dan mungkin kematian.(Indriyanidan
Djami,2013)